Bentuk Kekerasan pada Anak dan Dampaknya
oleh Aghnis Fauziah, S. Psi., M. Psi., Psikolog
Anak adalah harapan bangsa di masa depan. Anak adalah generasi muda penerus bangsa yang mempunyai peran yang strategis dalam menjamin kelangsungan suatu bangsa dan negara pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, anak harus dilindungi agar dapat tumbuh secara optimal baik secara fisik maupun psikologisnya agar mampu menjadi generasi emas untuk membangun Negara menjadi lebih maju.
Namun demikian, di sekeliling kita, kekerasan pada anak kerap kali terjadi. Anak merupakan salah satu kelompok yang rentan mendapatkan perilaku kekerasan. Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Menurut WHO, Kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya.
Kekerasan pada anak disebut juga dengan Child Abuse, yaitu semua bentuk kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh mereka yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat di percaya, misalnya orang tua, keluarga dekat, dan guru.
Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi di keluarga yang miskin atau lingkungan yang buruk. Fenomena ini dapat terjadi pada semua kelompok ras, ekonomi, dan budaya. Bahkan pada keluarga yang terlihat harmonis pun bisa saja terjadi KDRT pada anak. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan, sebagian besar pelaku kekerasan pada anak merupakan anggota keluarga atau orang lain yang dekat dengan keluarga.
Tahukah Anda bahwa kekerasan terhadap anak tidak hanya sebatas kekerasan fisik saja, namun ada beragam bentuk kekerasan pada anak yang mungkin tidak pernah Anda sadari sebelumnya.
Bentuk Kekerasan pada Anak
Bentuk-bentuk kekerasan pada anak dapat diklasifikasikan dalam 4 macam, yaitu:
- Kekerasan Fisik
Kekerasan anak secara fisik adalah kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak seperti penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan bendabenda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul.
Macam-macam kekerasan fisik, antara lain: ditampar, ditendang, dianiaya, dipukul/ditinju, diinjak, dicubit, dijambak, dicekik, didorong, digigit, dibenturkan, dicakar, dijewer, disetrika, disiram air panas, disundut rokok,dll
Secara fisik, akibat kekerasan fisik antara lain: luka memar, berdarah, luka lecet,patah tulang, sayatan-sayatan, luka bakar, pembengkakan, jaringan-jaringan lunak, pendarahan di bawah kulit,pingsan, dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat, dan akibat yang paling fatal adalah kematian
Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah disembarang tempat, memecahkan barang berharga. Beberapa kasus kekerasan yang dialami anak diantaranya dengan dalih mendisiplinkan anak. Padahal disiplin dengan cara ini tidak hanya membuat tubuh anak terluka, namun juga dapat meninggalkan trauma pada anak. Terdapat cara lain yang lebih efektif untuk mendisiplinkan anak.
- Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang dialami anak. Kekerasan psikis dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban; kekerasan psikis meliputi penghardikan, penghinaan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, perundungan (bully). Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.
- Kekerasan seksual
Kekerasan seksual merupakan segala jenis aktivitas seksual dengan anak. Kekerasan seksual yang dibagi menjadi: (1) kekerasan seksual nonkontak seperti melihat kekerasan/kegiatan seksual, dipaksa terlibat dalam kegiatan seksual dan mengirimkan gambar foto/video/teks kegiatan seksual, dan (2) seksual kontak seperti sentuhan, diajak berhubungan seks, dipaksa berhubungan seks, dan berhubungan seks di bawah tekanan.
Anak yang mengalami kekerasan seksual mengalami dampak psikologis maupun fisik yang serius pada anak.
- Kekerasan Sosial
Mencakup Penelantaran Anak dan Eksploitasi Anak.
- Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak tidak mempedulikan kebutuhan anak.
- Kelalaian di bidang kesehatan seperti penolakan atau penundaan memperoleh layanan kesehatan, tidak memperoleh kecukupan gizi, dan perawatan medis saat sakit. Kelalaian ini akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, antara lain: terjadi kegagalan dalam tumbuh kembang, malnutrisi, yang menyebabkan fisiknya kecil, kelaparan, terjadi infeksi kronis, hygiene kurang, hormon pertumbuhan turun, sehingga dapat mengakibatkan stunting.
- Kelalaian di bidang pendidikan meliputi pembiaran mangkir (membolos) sekolah yang berulang, tidak menyekolahkan pada pendidikan yang wajib diikuti setiap anak, atau kegagalan memenuhi kebutuhan pendidikan yang khusus.
- Kelalaian di bidang fisik meliputi pengusiran dari rumah dan pengawasan yang tidak memadai.
- Kelalaian di bidang emosional meliputi kurangnya perhatian, pengabaian, penolakan, kekerasan terhadap pasangan di hadapan anak dan pembiaran penggunaan rokok, alkohol dan narkoba oleh anak.
- Eksploitasi anak merupakan perbuatan memanfaatkan anak secara sewenang-wenang yang dilakukan oleh keluarga atau orang lain dan memaksa anak melakukan sesuatu yang dapat mengganggu tumbuh kembang mental dan fisiknya. Eksploitasi anak berarti menghilangkan hak-hak anak.
Contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Misalnya pekerja anak dan prostitusi. Anak bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, atau dipaksa melakukan pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.
Dampak kekerasan pada anak
Dalam kebanyakan kasus, anak-anak yang mendapat kekerasan lebih menderita secara mental. Kekerasan pada anak tentu akan memberi efek pada diri mereka yang dapat berdampak buruk. Beberapa dampak kekerasan pada anak, yaitu:
- Gangguan Emosi
Anak menjadi lebih sering sedih atau marah, sulit tidur, bermimpi buruk, memiliki rasa percaya diri yang rendah, ingin melukai diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri.
- Kurang memiliki kepercayaan dan sulit menjalin hubungan
Anak yang pernah menjadi korban kekerasan akan lebih sulit percaya pada orang, termasuk pada orangtuanya sendiri. Hal ini juga dapat menyebabkan anak kesulitan dalam menjalin hubungan, atau bahkan menciptakan hubungan yang tidak sehat di masa depan. Kondisi ini berisiko membuat mereka merasa kesepian. Penelitian menunjukkan, banyak korban kekerasan anak yang mengalami kegagalan dalam membina hubungan asmara dan pernikahan pada saat dewasa.
- Memiliki perasaan tidak berharga
Anak yang mendapat kekerasan juga akan memiliki perasaan bahwa dirinya tidak berharga. Hal ini dapat membuat anak mengabaikan pendidikannya dan hidupnya menjadi rusak dengan rasa depresi, terutama pada korban kekerasan seksual.
- Sulit mengatur emosi
Kekerasan pada anak juga dapat membuat mereka kesulitan mengatur emosinya. Anak akan kesulitan mengekspresikan emosi dengan baik hingga membuat emosinya tertahan dan keluar secara tak terduga. Bahkan saat dewasa, dapat mengalihkan depresi, kecemasan, atau kemarahannya dengan mabuk-mabukan atau mengonsumsi narkoba.
- Merusak perkembangan otak dan sistem saraf
Efek kekerasan pada anak juga dapat memengaruhi struktur dan perkembangan otak, hingga terjadi penurunan fungsi otak di bagian tertentu. Hal tersebut berpotensi menimbulkan efek jangka panjang, mulai dari penurunan prestasi akademik, hingga gangguan kesehatan mental pada saat dewasa.
- Melakukan tindakan negatif
Anak yang mendapat kekerasan lebih mungkin melakukan tindakan negatif, seperti tingkat agresi yang tinggi, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, putus sekolah, dan terlibat hubungan seksual berisiko tinggi.
- Luka atau cedera
Kekerasan fisik pada anak dapat menyebabkan luka atau cedera. Karena terlalu emosi, orangtua mungkin tidak menyadari bahwa penyerangan fisik yang dilakukannya bisa melukai anak.
- Risiko kematian
Dampak kekerasan pada anak lainnya yang mungkin terjadi adalah kematian. Apabila orangtua melakukan kekerasan pada anak yang masih belum bisa membela diri, bisa saja orangtua terlalu keras memukul atau menyakiti anak, hingga anak kehilangan nyawa.Tak hanya itu, meskipun anak sudah memasuki usia remaja, dampak kekerasan pada anak yang satu ini pun masih tetap masih bisa terjadi. Apalagi jika orangtua tidak dapat mengontrol amarahnya yang mungkin bisa berakibat fatal bagi anak.
- Memiliki risiko gangguan kesehatan yang lebih tinggi di masa depan
Efek kekerasan pada anak juga dapat memengaruhi kesehatan dan tumbuh kembang anak. Korban kekerasan anak berisiko mengalami gangguan kesehatan yang lebih tinggi, baik secara psikis maupun fisik, pada saat mereka tumbuh dewasa.
Trauma akibat kekerasan pada anak bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami asma, penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, obesitas, hingga kecenderungan untuk mengonsumsi alkohol berlebih dan menggunakan narkoba.
- Menjadi pelaku kekerasan pada anak atau orang lain
Saat anak korban kekerasan menjadi orang tua atau pengasuh, mereka berisiko melakukan hal yang sama pada anak. Siklus ini dapat terus berlanjut jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma.
- Berisiko mengalamai gangguan mental saat dewasa
Seseorang yang menjadi korban kekerasan saat masa kanak-kanan akan berisiko mengalami gangguan mental saat beranjak dewasa seperti depresi, gangguan makan, serangan panik, keinginan bunuh diri, gangguan stres pasca trauma (PTSD), dan kualitas hidup yang lebih rendah. Sebuah penelitian mencatat prevalensi upaya bunuh diri yang cukup tinggi pada orang dewasa yang pernah menjadi korban kekerasan anak.
Jika Anda merasa bahwa anak Anda telah mengalami kekerasan, maka segeralah mencari bantuan psikolog. Anak korban kekerasan perlu mendapat pendampingan yang tepat sehingga kondisi mentalnya tidak terganggu.
Namun, jika Anda merasa telah melakukan kekerasan pada anak, maka HENTIKAN perilaku tersebut. Segera lakukan konseling dengan psikolog untuk membantu Anda menghentikan hal tersebut sehingga tidak lagi terjadi.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur membuka layanan psikologi untuk memberikan konseling dan juga psikoterapi untuk anak-anak dan perempuan korban kekerasan, serta anak dan remaja yang memiliki gangguan emosi maupun perilaku. Layanan ini bersifat gratis dan tidak dipungut biaya apapun. Anda juga bisa melakukan konseling secara online dengan menghubungi hotline yang tertera berikut ini.
Referensi:
Gil, T. Psychology Today (2018). The Long-Term Impact of Child Abuse: Its effects on mothering and self-esteem.
Holmens, L. Verywell Mind (2018). How Childhood Abuse Changes the Brain.
Iannelli, V. Verywell Mind (2018). Important Facts, Figures and Examples of Child Abuse Cases Jedd, et al. NCBI. Long-term consequences of childhood maltreatment: Altered amygdala functional connectivity. Development and Psychopathology. 2015. 27(4 0 2), pp. 1577–1589.
McDonald, K. Psych Central (2014). Adverse Childhood Experiences Affect Adult Behaviors.
Morin, A. Verywell Mind (2018). The Effects of Childhood Trauma.
Orenstein, B. Everyday Health (2016). How Childhood Abuse Could Impact Your Health.
KidsHealth (2015). For Parents. Child Abuse.
Suharto, Edi. 1997. Anak Dan Kekerasan Pada Anak. Yayasan Matahariku. Bandung