Pemprov Jatim melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK), menggelar Rapat Koordinasi Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak (Satgas PMPA) dan Deklarasi Peduli Lindungi Perempuan dan Anak.
Acara rakor yang digelar di Hotel Novotel Samator Surabaya ini, dibuka Asisten Sekdaprov Jatim Bidang Administrasi Umum, H Akhmad Jazuli, mewakili Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kamis (23/2).
Dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Akhmad Jazuli, Gubernur Khofifah menjelaskan, dalam komitmen sustainable development goals, pada tujuan kelima mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan, target utamanya adalah mengakhiri segala bentuk diskriminasi, mengeliminasi segala bentuk kekerasan, dan menghapuskan segala praktek yang membahayakan bagi perempuan dan anak.
Dimana turunan dari target ini, katanya, antara lain terkait bagaimana memberikan hak yang sama untuk perempuan dan anak dalam segala hal, mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak pada ruang publik dan privat, termasuk trafficking, perkawinan anak, dini dan paksa, sunat perempuan dan berbagai bentuk eksploitasi pada perempuan dan anak.
“Reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan agar bisa dilakukan cepat, terintegrasi, dan lebih komprehensif (one stop services), mulai dari pengaduan, pendampingan, layanan kesehatan, bantuan hukum, hingga layanan rehabsos dan reintegrasi,” katanya.
Komitmen tersebut, lanjutnya, telah ditangkap pula oleh para pihak yang hadir pada kesempatan ini untuk bersama-sama melakukan deklarasi peduli lindungi perempuan dan anak yang telah bersama-sama. “Harapan kita tentu tidak berhenti di seremonial saja, namun selanjutnya dikuatkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut yang benar-benar menyentuh akar permasalahan dan solutif,” jelasnya.
Dikatakannya, dinamika kekerasan berbasis gender online dengan derivasinya seperti grooming, trolling, online stalking, doxing, honey trap, pornografi anak sebagai contoh yang merupakan salah satu dari 9 jenis kekerasan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2021, tentang tindak pidana kekerasan seksual menjadi bagian yang terkait dengan permasalahan yang perempuan dan anak potensial sebagai kelompok rentan dan menjadi korban.
“Saya mendukung penuh deklarasi ini dan kita tentu tidak bisa bekerja sendiri dalam penanganan berbagai permasalahan ini. Untuk itu atas nama Pemprov Jatim kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap para pihak yang terlibat dalam deklarasi ini. tentu ini merupakan bagian dari inisiasi koordinasi dan kolaborasi dalam penyelesaian berbagai permasalahan perempuan dan anak, dan rembug nyekrup menjadi kata kunci,” katanya.
Menurutnya, keberadaan anggota satuan tugas yang terdiri dari berbagai pihak merupakan bentuk kolaboratif pentahelix antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat atau komunitas serta media yang diharapkan dapat menjadi pondasi yang kokoh dalam pelaksanaan tugasnya.
“Faktor penting lainnya adalah bagaimana menyambungkan satuan tugas yang sudah terbentuk di kabupaten/kota dengan satuan tugas yang ada di provinsi sebagai alur kinerja yang tidak terpisahkan sehingga tugas tim ini akan sinergis. Untuk itu kode etik dan komitmen para pihak sangat diperlukan untuk keberhasilan tugas dari satuan tugas PMPA ini,” ungkapnya.
Selanjutnya sebagai turunan dari Satgas PMPA ini, lanjutnya, telah dibentuk juga Pos Sayang Perempuan dan Anak (Pos Sapa), yang pelibatannya di kabupaten/kota diwujudkan dalam penguatan peran Forum Anak dan Puspaga ataupun Forum Puspa, untuk mebridging percepatan penyampaian informasi permasalahan perempuan dan anak di kabupaten/kota, sampai dengan provinsi sesuai dengan kewenangannya.
“Harapan kita semua, satuan tugas PMPA dan Pos Sapa ini menjadi bagian dari ikhtiar kita untuk mewujudkan Provinsi Jawa Timur dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga ke seluruh desa dan kelurahan serta keluarga menjadi ramah dan peduli terhadap perempuan dan anak.