Mengurai “Mother Wound”: Luka Emosional yang Turun-Temurun

  • Jumat, 29 Agustus 2025 - 14:38:54 WIB
  • Administrator

Oleh: Aghnis Fauziah, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Apa itu Mother Wound?

Mother wound adalah luka emosional akibat ketidakmampuan seorang ibu memberikan perhatian, kasih sayang, dan dukungan emosional yang cukup kepada anaknya. Luka ini bukan hanya karena ketidakhadiran ibu secara fisik, melainkan juga ketiadaan koneksi emosional yang sehat.

Meskipun kebutuhan fisik anak dapat terpenuhi, kebutuhan emosional seperti rasa aman, validasi, dan kelekatan sering terabaikan. Anak yang mengalami hal ini tumbuh dengan perasaan kurang dicintai, tidak berharga, atau tidak layak mendapatkan kasih sayang.

 

Dampak Psikologis Mother Wound

Luka emosional ini dapat membentuk berbagai pola dalam diri seseorang hingga dewasa, antara lain:

  • Rendah diri: merasa tidak cukup baik dan sulit percaya diri.
  • Kurang kesadaran emosional: tidak terbiasa mengenali atau mengekspresikan perasaan dengan sehat.
  • Kesulitan menenangkan diri: cenderung mencari pelarian melalui kebiasaan tidak sehat, seperti kecanduan.
  • Hubungan yang bermasalah: sulit mempercayai orang lain, takut ditinggalkan, atau sebaliknya terlalu bergantung.
  • Perfeksionisme dan kritik diri: berusaha keras untuk “sempurna” agar diterima, namun tetap merasa tidak pernah cukup.

 

Pola Asuh Orang Tua dengan Mother Wound

Seseorang yang membawa luka batin dari hubungannya dengan ibu di masa kecil, seringkali tanpa sadar mengulanginya dalam pola asuh terhadap anaknya. Beberapa pola yang umum muncul antara lain:

  1. Pengasuhan penuh kritik
  • Anak sering dibandingkan dengan orang lain.
  • Fokus pada kesalahan kecil dan jarang memberi pujian.
  • Ibu/ayah merasa anak harus “sempurna” untuk diterima.
  1. Pengasuhan dingin dan kurang empati
  • Kurang pelukan, afeksi, atau kata-kata sayang.
  • Tidak responsif saat anak sedih atau cemas.
  • Anak dibiarkan menghadapi masalah sendiri tanpa dukungan emosional.
  1. Pengasuhan otoriter
  • Orang tua menuntut ketaatan penuh tanpa ruang dialog.
  • Aturan kaku diterapkan dengan ancaman hukuman.
  • Anak jarang diberi kesempatan mengekspresikan pendapat.
  1. Pengasuhan penuh rasa bersalah
  • Kasih sayang diberikan secara bersyarat.
  • Anak dibuat merasa bersalah jika tidak memenuhi harapan orang tua.
  • Ungkapan seperti “Ibu sudah berkorban untukmu” sering dipakai untuk menekan anak.
  1. Pengasuhan penuh ketakutan dan kecemasan
  • Orang tua mudah panik atau berlebihan melindungi anak.
  • Kebebasan anak dibatasi karena dianggap berbahaya.
  • Rasa cemas pribadi diturunkan pada anak, sehingga anak tumbuh kurang mandiri.
  1. Pengabaian emosional
  • Orang tua hadir secara fisik, tapi absen secara emosional.
  • Anak merasa kesepian meskipun berada di rumah.
  • Kebutuhan emosional dianggap tidak penting.

 

Mother Wound dan Kekerasan terhadap Anak

Dalam kasus yang lebih berat, luka emosional ini bisa berubah menjadi bentuk kekerasan:

  • Kekerasan verbal, seperti membentak, merendahkan, atau menyalahkan.
  • Kekerasan emosional, berupa pengabaian, penarikan kasih sayang, atau manipulasi rasa bersalah.
  • Kekerasan fisik, ketika kemarahan dan frustrasi tidak terkendali.

Anak yang tumbuh dalam pola pengasuhan semacam ini berisiko tinggi menginternalisasi luka yang sama, lalu mengulanginya pada generasi berikutnya.

 

Proses Penyembuhan Mother Wound

Menyembuhkan luka ini bukan proses singkat, tetapi sangat mungkin dilakukan. Beberapa langkah penting meliputi:

  • Menyadari pola lama – mengenali dampak pengasuhan masa lalu terhadap pola asuh saat ini.
  • Mengekspresikan rasa sakit – melalui terapi, journaling, atau berbagi dengan orang terpercaya.
  • Belajar mencintai diri sendiri – memberikan validasi dan kasih sayang pada diri sendiri.
  • Menetapkan batasan sehat – dengan orang tua, pasangan, maupun anak.
  • Melatih regulasi emosi – misalnya dengan mindfulness, olahraga, atau teknik pernapasan.
  • Reparenting diri sendiri – menjadi figur pengasuh bagi “inner child” di dalam diri dengan penuh cinta dan penerimaan.

 

Penutup

Mother wound bukanlah sekadar luka pribadi, tetapi sebuah pola yang bisa diwariskan dari generasi ke generasi melalui cara kita mengasuh. Jika tidak disadari, luka ini dapat menimbulkan pola asuh penuh kritik, dingin, penuh tuntutan, atau bahkan kekerasan terhadap anak.

Namun, siklus ini bisa diputus. Dengan kesadaran diri, proses penyembuhan, dan penerapan pola asuh positif, orang tua dapat menciptakan lingkungan yang penuh cinta dan rasa aman. Menyembuhkan diri bukan hanya demi kebahagiaan pribadi, tetapi juga merupakan hadiah berharga untuk generasi berikutnya.