Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur (BPS Jatim) mencatat sebagian besar pekerja perempuan di perkotaan berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 41,82 persen, misalnya menjadi buruh pabrik maupun buruh penjaga toko atau sales. Kondisi ini relatif berbeda dengan pekerja perempuan di perdesaan yang didominasi oleh pekerja keluarga/ pekerja tak dibayar sebesar 36,76 persen.
Mengutip laman BPS Jatim (4/1/2024), pada tahun 2022 mayoritas perempuan yang bekerja di Jawa Timur bekerja di sektor informal sebesar 68,77 persen. “Sektor informal merupakan sektor dengan status pekerjaan berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak dibayar/pekerja keluarga, pekerja bebas pertanian dan non pertanian, dan pekerja keluarga/pekerja tidak dibayar,” ujar Kepala BPS Jatim, Zulkipli melalui Laporan Profil Angkatan Kerja Perempuan Provinsi Jawa Timur 2022.
BPS Jatim juga mencatat sebanyak 36,76 persen pekerja perempuan di perdesaan berstatus sebagai pekerja keluarga/pekerja tak dibayar. Ini berarti, dari 100 orang pekerja perempuan di perdesaan terdapat sekitar 37 orang pekerja yang dikategorikan sebagai pekerja keluarga/pekerja tak dibayar.
Sebagai informasi, pekerja keluarga/pekerja tak dibayar merupakan salah satu indikasi bahwa meskipun seseorang aktif secara ekonomi, namun peran sertanya atau keaktifannya dalam pasar kerja belum optimal.
Pekerja keluarga/pekerja tak dibayar biasanya berperan sebagai support atau pendukung, mereka belum memegang peran penting dalam upaya mendapatkan penghasilan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga.
Status pekerja keluarga/pekerja tak dibayar juga identik dengan produktivitas yang rendah. Pekerja keluarga/pekerja tak dibayar ini biasanya bekerja dengan jam kerja yang tidak pasti dan di bawah jam kerja normal. (idc/s)