OLEH : JUNITA ELISABETH, S.Sos, MIP / Prahum Ahli Muda
Artikel ini digagas setelah Bidang Urusan Agama Islam Kanwil Kemenag Jawa Timur melaksanakan kegiatan Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi terhadap Para Aparatur Kantor Urusan Agama se-Jawa Timur dalam beberapa angkatan.
Salah satu tema pokok yang menjadi bahasan adalah Perkawinan Yang Belum Tercatat Oleh Negara. Tema tersebut menjadi penting bagi Kantor Urusan Agama dan bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil karena menyangkut pencatatannya dalam dokumen kependudukan
Latar Belakang dan Implikasi Hukum Perkawinan Belum Tercatat
Pada dasarnya ada hal yang melatarbelakangi sehingga pencatatan secara administrasi kependudukan terhadap perkawinan belum tercatat menjadi kebijakan afirmatif yang diambil untuk mengakomodir berbagai persoalan yang muncul di hulu karena pada kenyataannya banyak praktek peristiwa perkawinan belum dicatat secara negara. Salah satu yang melatarbelakangi adalah munculnya berbagai permasalahan manakala pasangan yang sudah kawin namun tidak memiliki buku nikah/akta perkawinan sedang pada Kartu Keluarganya telah ditulis kawin, karena hal ini membawa konsekuensi terhadap Akta Kelahiran anak tersebut yang tertulis menjadi Anak Seorang Ibu, dan apabila ditulis belum kawin pada Kartu Keluarga maka Status Hubungan Dalam Keluarga antara pasangan dan anak-anaknya menjadi orang lain. Hal tersebut menandakan bahwa pencatatan status perkawinan secara negara sebagai peristiwa penting harus dilakukan karena memiliki konsekuensi hukum bagi suami, istri dan anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.
Multitafsir Ketentuan Sahnya Suatu Perkawinan
Dalam praktek perkawinan di Indonesia sebagaimana ketentuan sahnya suatu perkawinan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Pasal 2 Ayat (1) : “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu” : artinya suatu perkawinan sudah dapat dikatakan sah apabila perkawinan tersebut sudah dilaksanakan menurut agama dan kepercayaan dari pasangan yang telah melangsungkan perkawinan tersebut. Sedang pada Pasal 2 Ayat (2) disebutkan : “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”: banyak pandangan yang menyatakan bahwa pada dasarnya ayat tersebut merupakan ketentuan administratif (bukti administratif) dan tidak berkaitan dengan masalah sah atau tidaknya suatu perkawinan.
Pencatatan Perkawinan
Tujuan utama pencatatan nikah adalah demi merealisasikan ketertiban administratif perkawinan dalam masyarakat, selain itu untuk menjamin tegaknya hak bagi suami, istri dan anaknya.
Masalah pencatatan perkawinan dipandang tidak lebih dari sekedar tindakan administratif yang tidak ada pengaruhnya terhadap keabsahan suatu perkawinan.
Dalam angka 4b. Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditulis: pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan perinstiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.
Kerangka Kebijakan Publik dari Hulu ke Hilir
Di tataran kehidupan sehari-hari, masih banyak pasangan kawin belum tercatat oleh negara yang memiliki anak sehingga Dinas Dukcapil yang memiliki tugas mencatat peristiwa penting dan peristiwa kependudukan mengalami kendala pada penulisan/pengadministrasian status perkawinannya dalam Kartu Keluarga maupun KTP nya sehingga berdampak lebih jauh pada kepastian hukum pada istri dan anaknya. Adanya persoalan tersebut maka Dukcapil harus melakukan tindakan pemerintahan terhadap kejadian baik pada pasangan yang kawin belum tercatat maupun pada pasangan cerai belum tercatat (apabila perkawinan yang belum tercatat tersebut mengalami perceraian melalui SPTJM perceraian belum tercatat).
Tujuan dari tindakan afirmatif tersebut untuk : memberikan kepastian status hubungan dalam keluarga pada Kartu Keluarga (KK) mengenai status perkawinannya, memberi kepastian mengenai status hubungan dalam keluarga pada Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran mengenai siapa ayah dan ibunya, memberikan kebijakan afirmatif mengenai peristiwa perkawinan yang belum tercatat (Perkawinan siri, Perkawinan sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan Adat, Perkawinan diluar 6 Agama dan Perkawinan Penghayat Kepercayaan yang organisasinya belum terdaftar dalam Kemendikbud Ristek) di KK untuk mendapatkan pelayanan publik, mendapatkan data jumlah penduduk yang perkawinannya belum tercatat sebagai dasar kebutuhan program Isbath Nikah/pengesahan perkawinan melalui penetapan pengadilan agama/negeri dan pencatatan perkawinan massal, meningkatkan akurasi data kependudukan dengan melengkapi 31 elemen data dalam biodata penduduk termasuk nomor akta perkawinan/buku nikah dan tanggal perkawinan.
Manfaat Tindakan Afirmatif : memberikan kepastian mengenai status hubungan dalam keluarga pada Kartu keluarga mengenai status perkawinannya, memudahkan penduduk untuk mengakses berbagai layanan publik tanpa adanya diskriminasi (mendapat perlindungan dan kepastian hukum), memberi jaminan agar penduduk mendapatkan hak sesuai dengan status perkawinannya (sebagai istri/suami/anak), mencegah terjadinya poliandri dan membatasi terjadinya perkawinan tanpa batas, memberikan kepastian mengenai asal usul anak (siapa ayah dan ibunya), memberikan kepastian apabila perkawinan yang belum tercatat tersebut mengalami perceraian melalui putusan pengadilan atau melalui SPTJM perceraian belum tercatat, membuka informasi tentang perkawinan siri dan perkawinan adat yang didorong dan dilanjutkan dengan isbath nikah.
Analisis Hukum dan Pilihan Kebijakan
Asal Usul Status Dalam Kartu Keluarga : “Kawin Belum Tercatat”
- Sebelum tahun 2017, status perkawinan dalam kartu keluarga hanya ditulis “Kawin”, “Belum Kawin”, “Cerai Hidup” dan “Cerai Mati”. Terhadap perkawinan yang belum dicatat oleh negara, Disdukcapil mengisi kolom status perkawinan secara berbeda-beda. Ada yang menulis dengan status sudah kawin, dan ada yang menulis dengan status belum kawin
- Realitas ini menjadi salah satu penyebab lahirnya Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Kebenaran sebagai pasangan suami istri yang diatur dalam Permendagri 9 Tahun 2016
- Permendagri Nomor 9 Tahun 2016 terbit dengan latar belakang antara lain:
- Kepemilikan akta kelahiran sebagai wujud pengakuan negara atas identitas anak masih rendah (baru mencapai 31.25% di tahun 2014), sehingga perlu adanya percepatan dalam kepemilikan akta kelahiran.
- Sebagian besar penduduk yang tidak dapat memenuhi persyaratan surat keterangan kelahiran dan/atau buku nikah/akta perkawinan dalam pembuatan akta kelahiran.
- Banyak penduduk yang tidak memiliki buku nikah/akta perkawinan tetapi dalam kartu keluarga sudah menunjukkan sebagai pasangan suami istri (status kawin).
- Pengaturan tentang SPTJM ini diperkuat dalam Perpres No 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Dalam Pasal 34 diatur bahwa Penduduk dapat membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak atas kebenaran data dengan diketahui oleh 2 (dua) orang saksi dalam hal :
- Tidak memiliki surat keterangan kelahiran; dan/atau
- Tidak memiliki buku nikah/kutipan akta perkawinan atau bukti lain yang sah tetapi status hubungan dalam KK menunjukkan sebagai suami istri.
Penulisan status perkawinan yang belum dicatat oleh negara dalam kartu keluarga
- Status perkawinan dalam kartu keluarga jika ditulis “belum kawin”.
- Implikasi terhadap istri, suami, dan anak; suami dan istri dianggap belum kawin padahal peristiwa perkawinannya sudah terjadi sehingga apabila Dukcapil mencatat sebagai belum kawin dapat dianggap terjadi pembohongan/menerbitkan dokumen yang tidak sesuai dengan kenyataan. Kepala Dinas Dukcapil sangat takut terkena masalah hukum.
- Kadis yang menandatangani kartu keluarga berpotensi terkena sanksi pidana
- Anak dianggap bukan anak dari ayahnya
- Pihak perempuan dapat kawin lagi (poliandri)
- Status perkawinan dalam kartu keluarga jika ditulis “kawin”.
- Implikasi terhadap istri, suami, dan anak; suami dan istri sudah kawin tapi tidak ada buku nikah/akta perkawinan
- Pencatatan kelahiran anaknya yaitu tidak dapat memenuhi syarat fotocopy buku nikah/akta kawin sehingga terjadi kebingungan, apabila akta kelahiran ditulis sebagai “Anak Seorang Ibu” peristiwa perkawinannya sudah terjadi (ayahnya sudah diketahui). Apabila akta kelahiran ditulis sebagai “anak ayah dan ibu” namun tidak bisa memenuhi syarat buku nikah/akta kawin.
- Dengan status perkawinan di tulis Kawin, maka tidak bisa lagi di Isbatnikahkan
- Pasangan juga enggan mendaftar Isbat Nikah karena di KK sudah ditulis Kawin.
- Status perkawinan dalam kartu keluarga jika ditulis “kawin belum tercatat”.
- Implikasi terhadap istri, suami, dan anak; suami dan istri dianggap sudah kawin tetapi tidak ada buku nikah/akta perkawinan, untuk itu diperlukan bukti pendukung lain misalnya surat pernyataan dari yang bersangkutan. SPTJM adalah dokumen pendukung sebagai pegangan bagi Dinas Dukcapil.
- Pencatatan kelahiran anaknya yaitu dapat dicantumkan nama ayah dan ibunya dalam akta kelahiran dengan tambahan frasa yang perkawinannya belum tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
- Diperoleh data untuk ditindaklanjuti ke Isbat Nikah/ pengesahan perkawinan melalui penetapan pengadilan agama/negeri dan pencatatan perkawinan massal.
- Status anak dalam KK bisa ditulis anak dan status istri di KK bisa ditulis istri.
Penulisan status perkawinan belum tercatat dalam Kartu Keluarga apabila kemudian mereka bercerai
- Status perkawinan dalam kartu keluarga ditulis “cerai hidup”.
- Karena status perkawinan dalam kartu keluarga kawin belum tercatat, maka untuk melakukan perceraian memerlukan pembuktian perkawinannya terlebih dahulu di pengadilan untuk kemudian diputuskan perceraiannya
- Apabila perkawinannya tidak terbukti sah maka perceraiannya tidak dapat diputuskan oleh pengadilan
- Implikasinya terhadap suami dan istri status kawin dikembalikan ke status sebelum perkawinan berlangsung
- Putusan tentang sah tidaknya perkawinan kedua orang tuanya tidak berlaku surut terhadap anak.
- Status perkawinan dalam kartu keluarga ditulis “cerai hidup belum tercatat”.
Maka untuk bercerai tidak perlu harus ke pengadilan, kedua belah pihak cukup dengan membuat surat pernyataan sepakat bercerai. Namun yang beragama Islam untuk dapat kawin lagi, surat pernyataan perceraian tidak dapat dijadikan dasar untuk pencatatan perkawinan di KUA.
- Status perkawinan dalam kartu keluarga ditulis “kawin belum tercatat”.
Pada saat ini masih banyak penduduk yang bercerai namun tidak mengurus perceraian di pengadilan juga tidak membuat surat pernyataan perceraian, tetapi dalam kenyataannya mereka sudah bercerai dan bahkan salah satu atau keduanya sudah kawin lagi. Seringkali mereka melapor ke Dukcapil sudah dengan pasangan barunya dan sudah mempunyai anak
Hal Mendasar Dalam Pemberlakuan SPTJM
- Pemberlakuan SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak) bagi penduduk yang tidak dapat memenuhi persyaratan berupa:
- Fotokopi surat keterangan kelahiran yaitu dari rumah sakit/Puskesmas/fasilitas kesehatan/dokter/bidan atau surat keterangan kelahiran dari nakhoda kapal laut/kapten pesawat terbang, atau dari kepala desa/lurah jika lahir di rumah/ tempat lain, antara lain: kebun, sawah, angkutan umum.
- Fotokopi buku nikah/kutipan akta perkawinan/bukti lain yang sah.
2. SPTJM sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemohon.
3. Penambahan frasa “yang perkawinannya belum tercatat sesuai peraturan perundang-undangan” dalam register dan kutipan akta kelahiran, apabila tidak memiliki akta nikah/akta perkawinan tetapi status hubungan dalam keluarga pada KK menunjukkan sebagai suami isteri.
Rapat yang dipimpin oleh Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil menghasilkan beberapa poin Kesepakatan dalam Pembahasan Pasangan Menikah Yang Belum Memiliki Akta Perkawinan/Buku Nikah yang intinya mengatur :
- Penduduk yang perkawinannya belum dicatatkan atau belum dapat dicatatkan dapat dicantumkan status perkawinannya dalam Kartu Keluarga (KK) dengan status kawin belum tercatat, sebagai kebijakan afirmatif untuk sementara waktu sampai dilaksanakan pencatatan perkawinan atau isbat nikah/pengesahan perkawinan.
- Pencantuman status kawin belum tercatat dalam KK dilaksanakan berdasarkan permohonan serta masing-masing suami dan istri membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) Perkawinan Belum Tercatat (F-1.05).
- Pemberlakuan SPTJM Perkawinan belum Tercatat tidak diperuntukan untuk perkawinan dibawah umur (belum berusia 19 tahun), sedangkan untuk perkawinan kedua atau lebih harus ada izin tertulis dari isteri sebelumnya.
- Data penduduk dengan status kawin belum tercatat dalam database kependudukan menjadi dasar bagi masing-masing daerah untuk memprogramkan Isbath nikah/pengesahan perkawinan dan pencatatan perkawinan massal.
- Pencantuman status kawin belum tercatat dalam KK bukan merupakan pengesahan perkawinan.
- Masing-masing daerah proaktif mensosialisasikan agar setiap perkawinan harus dicatatkan.
Rapat Koordinasi Antar Kementerian/Lembaga Pembahasan Pasangan Menikah Yang Belum Memiliki Akta Perkawinan/Buku Nikah tersebut dilaksanakan pada hari Senin tanggal 1 November 2021 bertempat di Ruang Bima Lantai II Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, dihadiri oleh:
- Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung (Dr. Drs. Aco Nur SH, MH)
- Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Direktorat Jenderal Bimas Islam, Kementerian Agama (H.Muh.Adib, S.Ag).
- Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Ir. Agustina Erni, M.Sc)
- Direktur Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang Kementerian Sosial (Drs. Waskito Budi Kusumo, M.Si)
- Ketua Komnas Perempuan (Andy Yentriyani, S.Sos., MA)
- Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KH. Dr. M. Nurul Irfan, M.Ag)
- PP Aisyiyah (Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag)
Demikian, semoga ulasan ini dapat menambah pemahaman kita terhadap pencantuman status kawin belum tercatat dalam Kartu Keluarga (KK) pada penduduk yang perkawinannya belum dicatatkan atau belum dapat dicatatkan khususnya pada pasangan yang tidak ada buku nikah/akta perkawinan sebagai kebijakan afirmatif sementara waktu.
Sumber diambil dari Bahan Seminar-Diskusi Nasional Tanggal 18 Desember 2021 : Problem dan Solusi Perkawinan Yang Belum Tercatat Oleh Negara oleh Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH/Dirjen Dukcapil Kemendagri