Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang Wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Nikah siri yang diperbolehkan dalam hukum Islam adalah nikah yang syarat dan rukun nikahnya telah terpenuhi yaitu: wali nikah, dua orang saksi yang adil, ijab dan kabul. Sementara nikah siri yang dilakukan dalam pengertian tidak adanya wali nikah adalah tidak sah. Nikah yang sesuai dan sah menurut hukum Islam namun tidak dicatatkan di KUA, hukumnya tetap sah, namun perkawinan tersebut tidak diakui secara hukum negara, yang kemudian akan berdampak pada hak-hak daripada anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut.
Pada Prinsipnya dalam agama islam, pernikahan dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum islam. Calon suami atau calon isteri yang hendak melakukan perkawinan tidak boleh memiliki halangan perkawinan diantaranya memiliki perbedaan agama. Syarat ini juga berlaku bagi mereka yang melalukan pernikahan siri, sebab nikah siri hukumnya sah secara agama asalkan syarat dan rukun nikah terpenuhi. Sebagaimana dijelaskan dalam fatwa MUI tentang nikah siri.
HUKUM NIKAH SIRI TANPA SEPENGETAHUAN KELUARGA, APAKAH SAH ?
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,nikah siri dikatan sah apabila memenuhi syarat dan rukun nikah yaitu salah satunya dihadiri oleh dua orang saksi dan adanya wali nikah yang sah. Jika nikah siri dilakukan tanpa sepengetahuan keluarga namun memenuhi syarat dua orang saksi dan dinikahkan oleh wali nikah yang sah maka nikah siri tersebut sah menurut agama. Namun sebaliknya, apabila dilakukan tanpa memenuhi syarat yang ada, maka nikah siri tersebut tidak sah menurut agama.
PERNIKAHAN HARUSLAH DI CATATKAN KE KUA
Apabila telah dilangsungkan pernikahan siri, maka pasangan yang telah menikah tersebut haruslah haruslah mencatatkan perkawinannya ke KUA dan mendapatkan buku nikah sebagai bukti pencatatan perkawinan. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam apsal 2 UU perkawinan yang menerangkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena apabila nikah siri tidak dicatatkan ke KUA maka pasangan yang menikah siri tersebut belum diakui pernikahannya oleh negara.
RESIKO NIKAH SIRI BAGI PEREMPUAN
Ada beberapa kerugian yang dapat dialami oleh perempuan apabila ia melakukan nikah siri dan tidak melakukan pencatatan perkawinan setelahnya ke KUA.
- Perkawinan yang tidak tercatat di KUA bisa jadi akan menimbulkan kerugian di kemudian hari bagi si isteri dan anak yang lahir dari perkawinan siri, karena tidak tercatat maka apabila terjadi hal-hal yang berkaitan dengan hukum maka posisi perempuan dan anak tersebut menjadi lemah, karena tidak ada bukti tertulis yang diakui oleh negara tentang pernikahannya.
- Ketiadaan bukti nikah (Buku Nikah) membuat posisi perempuan dan anak menjadi sangat riskan, mengingat kasus penelantaran sangat banyak terjadi dengan alasan laki-laki tidak memiliki landasan hukum untuk memberikan nafkah kepada anak isteri hasil dari pernikahan siri.
- Nikah siri memberikan dampak salah satunya yaitu status anak disamakan dengan status anak luar nikah. Akibatnya, anak yang dilahirkan di luar perkawinan sah secara negara hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluaga ibunya. Dengan begitu dalam akta kelahiran yang tercantum hanya nama ibu.
- Tidak hanya soal nafkah, pasangan dan anak dari hasil pernikah siri tidak mempunyai kedudukan yang sah dimata hukum untuk memperoleh waris. Berdasarkan pasal 43 ayat 1 UU perkawinan juncto pasal 100 Kompilasi hukum islam, tidak berhak mewarisi dari ayahnya, sebab anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.