Pemerintah Provinsi Jawa Timur Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) mengadakan rapat koordinasi satuan tugas penanganan masalah perempuan dan anak (Satgas PMPA) dan deklarasi peduli lindungi perempuan dan anak.
Rakor ini dibuka oleh Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, H. Akhmad Jazuli, mewakili Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, Kamis (23/2/2022) di Surabaya.
Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, dalam sambutannya yang di bacakan H. Akhmad Jazuli, menyampaikan, tujuan kelima dalam komitmen sustainable development goals, yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan. Target utamanya adalah mengakhiri segala bentuk diskriminasi, mengeliminasi segala bentuk kekerasan, dan menghapuskan segala praktik yang membahayakan bagi perempuan dan anak.
Adapun turunan dari target ini antara lain bagaimana memberikan hak yang sama untuk perempuan dan anak dalam segala hal. Selain itu, mencegah berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak pada ruang publik dan privat, termasuk trafficking, perkawinan anak, dini dan paksa, sunat perempuan dan berbagai bentuk eksploitasi pada perempuan dan anak.
Pada periode 1 Januari 2022 – 31 Desember 2022, terdapat data kasus kekerasan sebanyak 2.367 kasus dengan korban sebanyak 3.265 orang. Dengan perincian kasus pada orang dewasa sebanyak 1.012 kasus (42,75 persen), pada anak sebanyak 1.355 kasus (57,25 persen), dimana untuk kasus orang dewasa, korban 95,65 persen perempuan. Sedangkan pada kasus anak, 76,92 persen perempuan.
"Tentu hal ini menjadi keprihatinan tersendiri, karena perempuan dan anak sebagai kelompok rentan ternyata terbukti masih dominan sebagai obyek kekerasan," ujar Akhmad Jazuli.
Dalam arahan Presiden terkait perlindungan perempuan dan anak pada ratas bulan Januari 2020, disampaikan prioritaskan aksi pencegahan kekerasan terhadap anak dan perempuan yang melibatkan keluarga, sekolah, dan juga masyarakat. Hal ini bisa dilakukan antara lain melalui kampanye, sosialisasi, dan edukasi publik yang menarik.
Selain itu, data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni Kementerian PPPA) harus memunculkan kepedulian sosial terhadap isu kekerasan. Termasuk memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan, korban, keluarga, dan masyarakat harus tahu kemana harus melapor. Akses mudah dan mendapatkan respon cepat
Reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan diharapkan agar bisa dilakukan cepat, terintegrasi, dan lebih komprehensif (one stop services), mulai dari pengaduan, pendampingan, layanan kesehatan, bantuan hukum, hingga layanan rehabsos dan reintegrasi.
"Harapan kita tentu tidak berhenti di seremonial saja, namun selanjutnya dikuatkan dengan penyusunan rencana tindak lanjut yang benar – benar menyentuh akar permasalahan dan solutif," tuturnya.
Penelitian WHO
Hasil penelitian yang dirilis oleh WHO pada September 2021, menyatakan bahwa ada 260 juta orang lebih yang mengalami depresi, dimana penyebab depresi tersebut ada dua hal, yaitu masalah sosial dan masalah ekonomi sebagai dampak dari pandemi tersebut.
Masalah sosial ketika orangtua maupun anak harus work from home dan pembelajaran dilakukan secara daring. Intensitas bersosialisasi dibatasi, tidak boleh kemana – mana dan secara ekonomi pun terjadi banyak karyawan yang dirumahkan. Dengan beban kebutuhan yang tetap, sementara pendapatan berkurang dan bahkan tidak ada, maka timbul depresi yang memunculkan terjadinya kekerasan di rumah tangga, dengan perempuan dan anak sebagai korbannya.
Dinamika kekerasan berbasis gender online (KBGO) dengan derivasinya seperti grooming, trolling, online stalking, doxing, honey trap, pornografi anak sebagai contoh yang merupakan salah satu dari 9 jenis kekerasan dalam undang – undang Nomor 12 tahun 2021 tentang tindak pidana kekerasan seksual menjadi bagian yang terkait dengan permasalahan yang perempuan dan anak potensial sebagai kelompok rentan dan menjadi korban.
"Saya mendukung penuh deklarasi ini dan kita tentu tidak bisa bekerja sendiri dalam penanganan berbagai permasalahan ini. Untuk itu atas nama Pemerintah Provinsi Jatim kami menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya terhadap para pihak yang terlibat dalam deklarasi ini. Tentu ini merupakan bagian dari inisiasi koordinasi dan kolaborasi dalam penyelesaian berbagai permasalahan perempuan dan anak, dan rembug nyekrup menjadi kata kunci," terangnya.
Menurutnya, keberadaan anggota satuan tugas yang terdiri dari berbagai pihak merupakan bentuk kolaboratif pentahelix antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat atau komunitas serta media yang diharapkan dapat menjadi pondasi yang kokoh dalam pelaksanaan tugasnya.
Faktor penting lainnya, kata Akhmad Jazuli, yaitu bagaimana menyambungkan satuan tugas yang sudah terbentuk di kabupaten/kota dengan satuan tugas yang ada di provinsi sebagai alur kinerja yang tidak terpisahkan. Dengan Demikian tugas tim ini akan sinergis, untuk itu kode etik dan komitmen para pihak sangat diperlukan untuk keberhasilan tugas dari satuan tugas PMPA ini.
Selanjutnya sebagai turunan dari Satgas PMPA, telah dibentuk juga pos sayang perempuan dan anak (pos sapa) yang pelibatannya di kabupaten/kota diwujudkan dalam penguatan peran forum anak dan puspaga ataupun forum puspa untuk me – bridging percepatan penyampaian informasi permasalahan perempuan dan anak di kabupaten/kota sampai dengan provinsi sesuai dengan kewenangannya.
"Harapan kita semua, satuan tugas PMPA dan pos sapa ini menjadi bagian dari ikhtiar kita untuk mewujudkan Provinsi Jawa Timur dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga ke seluruh desa dan kelurahan serta keluarga menjadi ramah dan peduli terhadap perempuan dan anak," pungkasnya. (her/s)