Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur meluncurkan Inovasi baru, yang disebut 'Pos Sapa'. Inovasi ini menjadi sarana upaya tangkas tuntas mengatasi masalah Perempuan dan Anak di Jawa Timur.
"Pos Sapa ini adalah sarana untuk menangani masalah perempuan anak berbasis masyarakat, yang juga membantu pemerintah merespon dan menyelesaikan masalah perempuan anak. Adapun mekanisme kerjanya bersinergi dengan Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA), UPTD kab/kota, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan juga satuan tugas Penanganan masalah perempuan dan anak,"' terang Kepala DP3AK Jatim, Restu Novi Widiani.
Penandatangan kerjasama telah dilakukan antara DP3AK Jatim dengan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (Unair), STIKOSA AWS dan Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Provinsi Jatim dalam rangka pendirian ‘Pos Sapa’ di lembaga tersebut.
Penandatangan kerjasama ini dilakukan saat acara Penguatan dan Pengembangan Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan Kewenangan Provinsi dalam Rangka Penguatan Jejaring antar Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan Kewenangan Provinsi dan Lintas Daerah Kabupaten Kota, di Hotel Luminor Surabaya, Jumat (21/10).
Kepala DP3AK Jatim, Restu Novi Widiani mengatakan, inovasi ‘Pos Sapa’ ini juga untuk mendorong unsur-unsur baik dari perguruan tinggi dan organisasi perempuan untuk membentuk ‘Pos Sapa’, baik dari sisi pencegahan dan penanganan serta mensosialisasikan kebijakan dan strategi dalam tindak Pidana kekerasan.
“Maksud diselenggarakan kegiatan ini untuk memberikan penguatan pada jejaring baik di pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi perempuan, forum penyedia layanan dan lembaga masyarakat dalam melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Novi.
Novi menjelaskan, kasus kekerasan baik pada perempuan dan anak merupakan bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia, pelanggaran norma sosial dan juga kemanusiaan. Sayangnya, perempuan hingga saat ini masih sering mengalami berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi, baik dari segi sosial dan budaya, baik dalam lingkup rumah tangga maupun di luar rumah tangga.
“Tindakan kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di ranah publik maupun privat dan bisa berlangsung kapan saja, dan terjadi pada situasi damai ataupun konflik,” katanya.
Menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian PPPA, kasus kekerasan terhadap perempuan dewasa selama Januari sampai dengan 12 Oktober 2022 berjumlah 690 kasus, dengan rincian di rumah tangga sebanyak 526 kasus, di fasilitas umum 50 kasus, di tempat kerja 6 kasus, di sekolah 3 kasus, dan di lembaga pendidikan kilat sebanyak 1 kasus. Sedangkan, berdasarkan jenisnya masih di dominasi oleh kekerasan psikis dengan jumlah 361 kasus. Sementara kekerasan fisik berjumlah 329 kasus dan kekerasan seksual berjumlah 133 kasus.
“Data ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih banyak terjadi bahkan pada ranah non rumah tangga meskipun jumlahnya tidak sebesar yang terjadi di rumah tangga, memang masih ada beberapa hambatan dan tantangan dalam penanganan layanan pada korban,” jelasnya.
Antara lain masih belum optimalnya kolaborasi penanganan kasus kekerasan, kapasitas SDM dan sarana prasarana pengelola layanan belum maksimal, aksesibilitas layanan perempuan korban kekerasan belum komprehensif dan Sosialisasi secara masif keberadaan UPT PPA/P2TP2A/PPT/SATGAS PPA.
Pada pertemuan ini salah satu bentuk partisipasi yang dibangun secara kolabaratif dan komitmen bersama melalui penandatangan perjanjian kerjasama untuk pembentukan Pos Sapa antara pemerintah daerah dengan perguruan tinggi dan organisasi perempuan baik dari sisi pencegahan maupun penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Nantinya bisa menjadi inspirasi bagi pemerintah di tingkat kabupaten/kota beserta jejaringnya untuk bersama sama untuk menindaklanjuti dengan strategi dan kebijakan yang akan dibangun secara optimal dalam mengatasi permasalahan perempuan dan anak,” tuturnya.
Kepala Kepala Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan DP3AK Jatim, Ida Tri Wulandari, menyampaikan, kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid dengan jumlah peserta sebanyak 180 yaitu offline sebanyak 90 orang terdiri dari perangkat daerah terkait di lingkungan Provinsi Jawa Timur, organisasi perempuan.
Selain itu juga Lembaga Penyedia Layanan, Perguruan Tinggi di Surabaya, Forum PUSPA dan Online sebanyak 90 orang dari Dinas yang membidangi PPA Kabupaten/Kota se Jawa Timur dan Perguruan Tinggi di Jawa Timur.