Mendampingi Anak Melewati Perceraian: Panduan bagi Orang Tua

  • Senin, 30 Juni 2025 - 12:36:29 WIB
  • Administrator

Oleh: Aghnis Fauziah, S.Psi., M.Psi., Psikolog
Perceraian adalah salah satu perubahan hidup yang paling berat, bukan hanya bagi pasangan suami istri, tapi terutama bagi anak-anak. Bagi mereka, ini bisa terasa seperti kehilangan rumah, keutuhan keluarga, dan rasa aman yang selama ini mereka kenal. Namun, dengan komunikasi  yang bijak, kerja sama antara orang tua, dan pendampingan yang tepat dan penuh empati, anak-anak dapat tetap tumbuh dengan sehat secara psikologis.

1. Jelaskan dengan Jujur, Sesuai Usia Anak: Kejujuran dan Stabilitas adalah Kunci

Saat memberitahu anak mengenai perceraian, sampaikan dengan sederhana dan jelas. Hindari informasi berlebihan yang bersifat dewasa, tetapi jangan juga menyembunyikan kebenaran. Anak mungkin tidak sepenuhnya memahami situasi perceraian hanya dari satu percakapan. Namun, Anda bisa memulai dengan memberikan penjelasan yang jujur, sederhana, dan tidak menyalahkan salah satu pihak. Idealnya, percakapan ini dilakukan bersama oleh kedua orang tua.

Contoh pendekatan:

“Ibu dan Ayah memutuskan untuk tinggal di rumah yang berbeda karena kami tidak bisa hidup bersama dengan baik. Tapi kami berdua tetap mencintaimu dan akan terus menjadi orang tuamu.”

Tips menyampaikan kabar perceraian:

  • Gunakan bahasa yang sesuai usia.
  • Katakan bahwa kalian sudah mencoba memperbaiki hubungan, tetapi memutuskan untuk hidup terpisah demi kebaikan semua pihak.
  • Tegaskan bahwa ini bukan kesalahan anak, dan bahwa anak tetap menjadi bagian dari kedua orang tua.
  • Hindari memberi pilihan kepada anak tentang “tinggal dengan siapa”—ini tanggung jawab orang tua.

Anak-anak perlu mendengar bahwa mereka tidak bersalah, dan bahwa cinta orang tua terhadap mereka tidak berubah. Buat sebanyak mungkin aspek hidupnya tetap stabil: rumah, sekolah, teman, kegiatan, dan waktu bersama kedua orang tua.

2. Validasi Emosi Anak, Jangan Redam Perasaannya

Setiap anak bereaksi berbeda terhadap perceraian. Ada yang menjadi lebih pendiam, agresif, atau bahkan tampak “biasa saja” di permukaan. Penting bagi Anda untuk membuka ruang aman agar mereka bisa mengekspresikan perasaannya.

Katakan:

“Wajar kok kamu merasa sedih. Ini memang perubahan besar. Kamu boleh menangis, dan kita bisa ngobrol kapan pun kamu mau.”

  • Dengarkan tanpa mengoreksi.
  • Hindari kalimat seperti “Kamu harus kuat” atau “Jangan sedih terus”.
  • Validasi perasaan mereka: “Boleh kok kamu merasa sedih. Aku juga sedih.”

Berikan contoh positif dalam mengekspresikan emosi, sehingga anak belajar bahwa merasa tidak nyaman adalah bagian dari proses pemulihan.

3. Jaga Konsistensi dan Struktur Kehidupan

Perceraian bisa membuat dunia anak terasa tidak stabil. Kehidupan anak mengalami guncangan besar. Dalam situasi ini, rutinitas menjadi jangkar yang menenangkan. Maka, pertahankan sebanyak mungkin rutinitas lama: jam makan, waktu tidur, kegiatan akhir pekan, dan jadwal sekolah.

Jika anak tinggal bergantian dengan kedua orang tua, buat kalender visual yang mudah dipahami:

  • Hari-hari bersama Ibu
  • Hari-hari bersama Ayah
  • Aktivitas tetap di dua rumah

Stabilitas ini memberi rasa aman dan kendali bagi anak di tengah ketidakpastian.

4. Jaga Netralitas: Jangan Jadikan Anak Sebagai Mediator

Salah satu kesalahan umum adalah tanpa sadar menjadikan anak sebagai “jembatan” komunikasi antar mantan pasangan.

  • Jangan titip pesan melalui anak.
  • Jangan curhat tentang pasangan ke anak.
  • Hindari pertanyaan seperti “Ayah kamu ngapain aja sih di rumah?”

Anak membutuhkan dukungan, bukan dibebani drama orang dewasa. Fokuskan komunikasi Anda langsung ke mantan pasangan dengan cara yang dewasa.

5. Dukung Anak Mengelola Emosi dan Stres

Anak butuh saluran sehat untuk mengekspresikan diri:

  • Menulis jurnal atau menggambar
  • Bermain di luar
  • Bicara dengan guru atau sahabat
  • Bermain musik atau berolahraga

Ajarkan teknik sederhana seperti menarik napas dalam-dalam saat marah atau takut, atau menamai perasaannya (“Aku sedang marah”, “Aku bingung”).

6. Bangun Hubungan Emosional yang Lebih Kuat

Masa setelah perceraian bisa menjadi waktu emas untuk memperkuat koneksi dengan anak Anda.

  • Jadwalkan waktu “khusus” setiap hari atau minggu hanya berdua.
  • Lakukan aktivitas yang anak sukai tanpa gangguan ponsel atau pekerjaan.
  • Sering-sering ucapkan: “Aku senang bisa bersama kamu.”

Studi menunjukkan bahwa kelekatan emosional yang kuat dengan orang tua adalah faktor protektif utama bagi anak yang mengalami perceraian.

7. Berkomitmen pada Co-Parenting yang Sehat

Perceraian mungkin mengakhiri hubungan suami istri, tapi tidak membatalkan peran Anda sebagai orang tua. Jika memungkinkan, jalin kerja sama yang saling menghormati dengan mantan pasangan.

Hindari:

  • Menjelekkan mantan pasangan di depan anak
  • Menggunakan anak sebagai "pesan antar"
  • Membuat anak merasa harus memilih pihak

Lakukan:

  • Diskusikan keputusan besar tentang anak bersama. Buat kesepakatan tertulis tentang jadwal kunjungan, tanggung jawab, dan keputusan penting.
  • Buat aturan yang konsisten di dua rumah
  • Tunjukkan bahwa Anda berdua tetap peduli, meski tak lagi tinggal bersama
  • Hormati peran masing-masing di hadapan anak.
  • Jika ada konflik, usahakan diselesaikan secara privat atau dengan bantuan pihak ketiga seperti mediator.

8. Waspadai Tanda-Tanda Anak Tidak Baik-Baik Saja

Tidak semua anak mampu mengungkapkan rasa sakit mereka secara langsung. Beberapa tanda perlu diwaspadai:

  • Penurunan nilai sekolah
  • Sulit tidur atau mimpi buruk
  • Perubahan pola makan
  • Marah berlebihan atau menarik diri
  • Regresi (misal: kembali mengompol, bicara seperti bayi)

Jika gejala ini berlangsung lebih dari beberapa minggu, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog anak atau konselor keluarga.

9. Libatkan Dukungan Eksternal

Anak bisa mendapatkan manfaat dari berbagai bentuk dukungan eksternal:

  • Guru atau wali kelas yang mengetahui situasi keluarga.
  • Kakek-nenek, paman/bibi, atau sahabat keluarga yang bisa jadi tempat curhat.
  • Psikolog anak, jika terlihat ada tanda-tanda stres berkepanjangan seperti mimpi buruk, tantrum berlebihan, atau penurunan nilai.

Jangan ragu mencari bantuan profesional juga untuk diri Anda sendiri. Anak akan merasa lebih aman jika melihat orang tuanya tangguh dan sehat secara emosional.

10. Rawat Diri Anda sebagai Orang Tua

Anak-anak menyerap emosi Anda. Jika Anda cemas, depresi, atau frustrasi terus-menerus, mereka pun ikut terguncang. Pastikan Anda punya:

  • Dukungan sosial (teman, keluarga, kelompok)
  • Waktu untuk merawat diri (olahraga, istirahat, terapi bila perlu)
  • Ruang untuk memproses emosi Anda sendiri

Anda tidak perlu menjadi orang tua yang sempurna, cukup hadir secara konsisten dan penuh kasih.

11. Berikan Harapan: Perceraian Bukan Akhir Segalanya

Tunjukkan kepada anak bahwa keluarga tetap bisa bahagia meski bentuknya berubah. Libatkan mereka dalam aktivitas menyenangkan, buat tradisi baru bersama, dan biarkan mereka melihat bahwa hidup tetap berjalan.

 

Kesimpulan

Perceraian adalah perjalanan emosional bagi seluruh keluarga. Tapi dengan pendekatan penuh kesadaran, kasih sayang, dan komitmen untuk tetap hadir bagi anak, proses ini bisa menjadi pintu menuju keluarga baru yang lebih sehat secara emosional.

Anak tidak membutuhkan keluarga yang “sempurna”. Mereka hanya membutuhkan orang tua yang hadir, jujur, dan mencintai mereka tanpa syarat—meski dari dua rumah yang berbeda.