Bullying dan Dampaknya : Pola Interaksi Sosial yang Tak Wajar
oleh Ajeng H. Puspitasari, M.Psi, Psikolog
Pernah kah Anda mendengar istilah Bullying ? atau Anda pernah mendapatkan jenis perilaku kekerasan ini ? Bullying dewasa ini sudah menjadi fenomena yang jamak terjadi disekitar kita dan semakin tersosialisasi dengan adanya sosial media. Merujuk pada pengertiannya, bullying (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/risak”) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Pelaku dan korbannya sama - sama tidak terbatas pada rentangan usia atau jenis kelompok tertentu, semua memiliki potensi untuk menjadi pelaku maupun korban bullying. Spektrum korban dan pelaku yang sangat luas menjadikan perilaku kekerasan ini banyak terjadi dan seringkali tidak disadari sebagai sebuah perilaku kekerasan yang berdampak negatif.
Banyak kasus bullying yang viral di sosial media akhir – akhir ini menjadikan kita lebih mengenal dan peka terhadap perilaku tersebut, misalkan saja kasus pelajar SMP di bilangan Jakarta yang memutuskan untuk lompat dari lantai empat gedung sekolahnya karena merasa tertekan dengan bullying yang dilakukan oleh teman – temannya. Tidak berhenti pada satu kasus tersebut, kasus bullying yang pernah menjadi tajuk utama berita di sosial media, adalah kasus yang dialami oleh salah satu siswa SMP Negeri di Malang yang jarinya terpaksa harus diamputasi akibat membusuk setelah dijepit gesper oleh teman – teman sekelasnya. Kasus kemudian berkembang menjadi lebih besar, para pelaku perundungan tersebut menjadi sasaran bullying baik di sekolah maupun di media sosial yang mengakibatkan para pelaku bullying tersebut mengalami trauma. Bullying menjadi sebuah pusaran perilaku yang terus berulang dan melibatkan banyak pihak. Dua kasus tersebut merupakan contoh nyata bahwa perilaku kekerasan tersebut memiliki dampak negatif yang signifikan.
Jumlah pengaduan terkait dengan kasus bullying semakin meningkat setiap tahunnya, tercatat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima setidaknya 37.381 laporan perundungan dalam kurun waktu 2011 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.473 kasus terjadi di ranah dunia pendidikan. Semakin berkembangnya teknologi dewasa ini, menyebabkan jenis bullying pun semakin beragam, setidaknya terdapat enam kategori perilaku bullying, diantaranya :
- Kontak fisik langsung.
Melibatkan adanya perilaku kekerasan fisik antara pelaku dan korban, yang meliputi tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain. Jenis bullying ini memiliki dampak yang dapat teramati nyata oleh panca indra dan mengakibatkan luka fisik baik pada pelaku maupun korban.
- Kontak verbal langsung.
Jenis perilaku bullying yang tidak melibatkan sentuhan fisik secara langsung, dapat berupa perilaku mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put- downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. Jenis perilaku ini lebih banyak berdampak pada kondisi psikologis daripada fisik, dan membutuhkan waktu pemulihan trauma yang lebih lama.
- Perilaku non-verbal langsung.
Merupakan perilaku yang diberikan secara langsung kepada korban namun tidak melibatkan kontak fisik. Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal.
- Perilaku non-verbal tidak langsung.
Merupakan perilaku dengan memanipulasi lingkungan dengan tujuan untuk memberikan rasa tidak nyaman kepada korban. Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng dengan tujuan untuk menekan korban.
- Cyber Bullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media social). Perundungan di dunia maya ini meliputi mengunggah gambar atau video yang tidak pantas, menyebar gosip secara online, dan menggunakan informasi orang lain di media sosial.
- Pelecehan seksual.
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal. Perundungan seksual adalah tindakan yang berbahaya dan memalukan seseorang secara seksual. Intimidasi seksual ini termasuk pemanggilan nama seksual atau cat-calling, gerakan vulgar, menyentuh, dan materi pornografi.
Dampak dari perilaku bullying tidak bisa dianggap sepele. Bullying tidak hanya berdampak bagi korban saja, namun keseluruhan pihak yang terlibat didalamnya, baik pelaku, korban, maupun seseorang yang menonton perilaku penindasan tersebut (bystanders). Bullying tidak hanya memberikan luka secara fisik, namun juga memberikan dampak negatif pada kondisi psikologis orang – orang yang terlibat. Pada kasus yang lebih serius, bullying dapat mengarahkan seseorang pada tindakan yang berbahaya, seperti self harm dan bunuh diri. Secara umum dampak bullying dapat dikategorikan melalui perannya, antara lain :
- Bagi Korban
Bullying dapat menyebabkan adanya luka pada fisik yang bila terjadi pada derajat yang parah akan menimbulkan hambatan pada organ tubuh. Dari sudut pandang psikologis, bullying dapat menjadi suatu pengalaman traumatik bagi korban yang memicu berbagai keluhan psikologis, seperti gangguan stress pasca trauma, gangguan kecemasan, depresi, dan keluhan gangguan emosi lainnya. Dampak – dampak psikologis ini relatif menetap bergantung pada kemampuan resiliensi korban itu sendiri. Pada gejala yang lebih ringan, jenis kekerasan ini terbukti menyebabkan adanya penurunan konsep diri dan kepercayaan diri pada korban, sehingga berpotensi menyebabkan masalah dalam interaksi sosial. Bila bullying dilakukan dalam ranah pendidikan, maka hal ini dapat berpengaruh pada prestasi akademik dan tingkat kehadiran di sekolah.
- Bagi Pelaku
Pelaku bullying pada umumnya memiliki karakteristik yang dominan dengan tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan korban yang ditindasnya. Melalui perilaku bullying yang dilakukannya, maka akan muncul rasa puas dalam diri pelaku yang bila dibiarkan akan menjadi sebuah kebutuhan untuk berperilaku agresif yang menetap.Agresivitas yang tinggi, diikuti kecenderungan merasa puas untuk menyakiti orang lain dapat berkembang menjadi pola – pola kepribadian antisosial. Perilaku agresif yang dilakukan dapat berkembang menjadi perilaku kriminal dan melanggar hukum. Namun tidak semua karakteristik pelaku bullying berkembang menjadi ke arah yang lebih destruktif. Pada beberapa kasus juga kerap ditemukan, pelaku bullying melakukan perisakan didasari oleh identitas kelompok, dan bukan kemauan sendiri. Posisi yang dilematis ini dapat memunculkan potensi perasaan bersalah yang mendalam sehingga memicu labeling negatif pada diri sendiri dan kehilangan konsep diri yang positif.
- Bagi yang menyaksikan perilaku bullying (Bystanders)
Bila perilaku bullying tidak mendapatkan tindak lanjut yang tegas, maka perilaku ini akan menjadi sebuah konsep perilaku yang boleh dilakukan dan diterima secara sosial. Pola perilaku ini memiliki potensi untuk kembali berulang dengan menempatkan penonton menjadi pelaku di kemudian hari. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya seseorang yang menonton perilaku bullying takut menjadi sasaran berikutnya, sehingga memilih untuk menjadi pelaku sebagai mekanisme pertahanan diri.
Bullying bukanlah suatu perilaku yang dapat diterima sebagai bagian dari interaksi sosial antar manusia. Tidak hanya bersifat merusak dan menyakiti, namun juga memiliki kecenderungan untuk terus berulang dan semakin melibatkan banyak pihak. Namun sayangnya perilaku bullying sering menjadi samar dan bersembunyi dalam konteks kata “bercanda”, terutama bila perilakunya tergolong dalam jenis bullying yang bersifat tidak langsung. Normalisasi bullying yang paling umum terjadi pada ranah cyber. Mengemukakan pendapat, komentar, dan mengunggah postingan yang bertujuan untuk menyakiti orang lain di ranah cyber menjadi lebih dimaklumi dan bukan lagi dianggap sebagai masalah. Hal ini banyak dialami oleh publik figur, dimana cyber bullying yang dialamatkan kepada publik figur tersebut akan lebih dianggap sebagai resiko profesi. Kehidupan maya yang tidak serta merta menampilkan identitas asli pemilik akun, dianggap menjadi ruang berekspresi yang lebih bebas bagi sebagian orang meskipun merugikan orang lain. Perlu adanya sikap kemanusiaan dari semua pihak untuk menghentikan normalisasi terhadap jenis kekerasan ini, karena apapun bentuknya bullying memiliki dampak negatif yang nyata dan berbahaya. Menghentikan bullying dapat dimulai dengan langkah kecil dari diri kita sendiri. Membiasakan diri berpikir positif dan berperasaan positif, maka akan mengembangkan pada perilaku positif yang tidak merugikan pihak lain.
Luasnya dampak yang ditimbulkan akibat perilaku kekerasan memerlukan penanganan serius oleh berbagai pihak. Perlu adanya sinergi antar individu, pemerintah, dan khususnya masyarakat dalam mewujudkan upaya perlindungan bagi perempuan dan anak. Masyarakat sebagai entitas terbesar dapat berperan menjadi garda terdepan sebagai pelopor dan pelapor perlindungan perempuan dan anak. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur sebagai stakeholder dalam pencegahan dan penanggulangan kekerasan berperan aktif untuk mewujudkan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Salah satu upaya nyata DP3AK Provinsi Jawa Timur dalam penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui program konseling dan psikoterapi gratis bagi perempuan dan anak korban kekerasan di wilayah Jawa Timur. Untuk memanfaatkan program layanan ini dapat menghubungi hotline desk counseling di nomor 0895348771070 pada hari Senin - Jumat pukul 08.00 - 15.00.