Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur, Restu Novi Widiani, mengatakan, perkawinan anak di Jawa Timur merupakan permasalahan strategis yang perlu segera ditangani. Mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur pun telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan upaya pencegahan.
Hal ini disampaikan Restu Novi pada saat membuka Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Perkawinan anak (di bawah umur) di Jawa Timur, di Rumah Makan Agis Surabaya, Rabu (19/10/2022).
Dijelaskan Restu Novi, permasalahan perkawinan anak merupakan masalah yang kompleks yang disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain karena faktor kemiskinan, geografis, kurangnya akses terhadap pendidikan, tradisi dan budaya yang kolot, ketidaksetaraan gender, ketiadaan akses terhadap layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif.
Selain itu juga karena faktor pandangan sosial yang menguatkan stereotipe gender tertentu (misalnya, perempuan kalau tidak segera menikah kuatir menjadi perawan tua), hingga tradisi perjodohan dan penerimaan masyarakat terhadap perkawinan anak.
"Oleh karena itu dalam melakukan pencegahan perkawinan anak perlu memberikan pemahaman kepada anak/remaja dan orang tua anak/remaja tentang perlunya perencanaan kehidupan rumah tangga. Hal ini tentu untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas bahagia sejahtera," ujar Restu Novi.
Di dalam rakor ini juga disampaikan, bahwa angka perkawinan anak di Jawa Timur merupakan yang tertinggi ketiga secara nasional. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Jawa Timur, bahwa trend pengajuan dispensasi perkawinan dari tahun 2018 - 2020 menunjukkan trend kenaikan secara signifikan. Selanjutnya tahun 2020 - 2021 ada kenaikan tetapi kenaikannya kecil, dan tahun 2021 - 2022 (per Agustus 2022) cenderung mengalami penurunan.
Adapun penyebab tingginya perkawinan anak ini antara lain : sebab hamil duluan (sebelum kawin), melanggar nilai-nilai sosial, Melanggar nilai-nilai agama, saling cinta (masih dibawah umur) tetapi sudah kebelet kawin, pengaruh Pergaulan bebas, dan akibat Kemiskinan.
Dari berbagai faktor penyebab terjadinya perkawinan anak tersebut, yang merupakan penyebab paling banyak adalah hamil duluan yang angka persentasenya 31%.
Risiko Perkawinan Anak
Restu Novi menjelaskan, banyaknya angka perkawinan anak tersebut telah menimbulkan risiko, antara lain: menimbulkan kemiskinan baru, angka stanting meningkat, angka kematian ibu dan anak meningkat, angka perceraian meningkat, berhentinya pendidikan bagi anak dalam menempuh wajib belajar 12 tahun.
Selain itu, juga belum sempurnanya kesiapan organ reproduksi anak, ekonomi keluarga belum mandiri, efek psikologi bagi anak, potensi perselisihan dan disharmoni dalam rumah tangga cukup tinggi.
Oleh karenanya, guna mengatasi permasalahan perkawinan anak tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengeluarkan berbagai kebijakan. Yaitu berupa Perda Jatim No. 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Perda No. 2 Tahun 2014 tentang Sistem Penyelenggaraan Perlindungan Anak, dan Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No. 474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
Tak hanya itu, Pemprov Jatim juga mengelaurkan Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No. 300/145.1/109.4/2022 tentang Penanganan Masalah Perempuan, anak, dan Keluarga, Pergub. Jatim No. 01 tahun 2021 tentang Nomenklatur Susunan Organisasi Uraian Tugas dan Fungsi serta tata Kerja Unit Pelaksana Teknis DP3AK Prov. Jatim, Pergub. Jatim No. 20 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Jatim No. 2 Tahun 201.
Pemprov Jatim juga telah melakukan penandatanganan Komitmen “Cegah Stanting dan Mewujudkan Keluarga Berkualitas” di Madiun pada tanggal 29 Juli 2022. Selain itu juga mengadakan Gerakan 5 Stop yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa timur, yaitu: 1) Stop Stanting, 2) Stop Tanpa Dokumen Kependudukan, 3) Stop Builying Kekerasan pada Perempuan dan Anak, 4) Stop Pekerja Anak, dan 5) Stop Perkawinan Anak.
Pemprov Jatim juga melakukan upaya pencegahan perkawinan, antara lain : dengan mengeluarkan SE Gubernur Jawa Timur No. 474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak, dan SE Gubernur Jawa Timur No. 300/145.1/109.4/2022 tentang Penanganan, Perempuan, Anak dan Keluarga.
Selain itu, juga pembuatan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak di Provinsi Jawa Timur yang dilakukan Bersama stakeholder, yaitu : 1) DPRD Prov. Jatim, 2) Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, 3) Kantor Wilayah Kementrian Agama RI Prov. Jatim, 4) Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga berencana Nasional Prov. Jatim, 5) Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan anak dan Kependudukan Prov. Jatim, 6) Dinas KB, PP dan PA Kab. Gresik, 7) Majelis UlamaProv. Jatim, 8) Tim Penggerak PKK Prov. Jatim, 9) DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia Prov. Jatim, dan Diketahui oleh Gubernur Prov. Jatim. (Surabaya, 6 April 2021).
Upaya penyuluhan tentang pendewasaan usia perkawinan anak juga dilakukan di tingkat Kecamatan oleh Penyuluh Lapang. Kegiatan ini Pemprov Jatim bersinergi dengan oleh Kementerian Agama RI Wilayah Jatim. Selain itu juga dilakukan bimbingan perkawinan serta memperketat proses pengurusan Dispensasi Perkawinan.
Dengan adanya program dan kegiatan yang telah dilakukan oleh stakeholders Provinsi Jatim tersebut juga telah dapat menekan angka perkawinan anak. Sebagai catatan, pada tahun 2021 angka dispensasi perkawinan anak menunjukkan angka 17.151, tetapi pada tahun 2022 (Per Januari - Agustus 2022) telah menunjukkan penurunan angka menjadi 10.104.